MADURANEWS.CO, Sampang– Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Sekolah Dasar (SD) Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, mengungkap kalau masih cukup banyak permasalahan dalam Program Indonesia Pintar (PIP) di Kota Bahari.
Permasalahan – Permasalahan itu mulai dari ketidak tahuan orang tua siswa penerima PIP, kenakalan oknum kepala sekolah, sampai regulasi yang sering berubah-ubah.
Kabid Pembinaan SD Disdik Sampang, Abdul Rahman mengatakan, Kalau penerima PIP itu keluarganya memiliki kartu Program Keluarga Harapan (PKH), kartu itu kalau dikasih ke sekolah, dan sama pihak sekolah dimasukkan ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik), siswa itu akan tetap menerima PIP sampai ketingkat perguruan tinggi.
“Nanti masuk SMP itu dimasukkan ke dapodik, SMA nanti dapat masuk ke dapodik, perguruan tingginya dapat masuk ke dapodik,” katanya kepada maduranews, Sabtu (25/11/2023).
Rahman mengungkapkan, bahwa yang kadang jadi masalah itu ada orang tua siswa yang tidak tau kalau kartu PKH-nya itu diberikan ke sekolah. Sudah sampai dan masuk ke sekolah, kadang juga sama operatornya lupa untuk dimasukkan.
Sementara, penerima PIP yang keluarganya tidak punya kartu PKH itu lebih banyak. Misalnya siswa di satu sekolah itu sebanyak 50 siswa, yang punya PKH hanya 10 siswa. Dan kalau di desa-desa kadang yang 50 siswa itu diusulkan semua.
“Semua diusulkan dengan keterangan layak dapat. Tapi meskipun diajukan semua, yang 40 tidak dapat semua, karena disesuaikan dengan uang yang ada di pemerintah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kalau dari 40 siswa yang diajukan itu kadang hanya 20 siswa yang dapat, sementara 20-nya lagi tidak dapat. Menurut Rahman, yang tidak punya PKH itu macam-macam. Ada yang mulai dari kelas 1 itu tidak dapat sama sekali, ada yang dari kelas 1 selalu dapat, dan ada juga yang lompat-lompat (Kelas satu dapat, kelas dua tidak dapat, kelas tiga dapat, dan seterusnya begitu).
“Dan Kadang-kadang masyarakat sama sekolahan itu tidak paham ketika ditanyakan oleh orang tua siswa dengan siswa yang mendapatkan PIP yang lompat-lompat itu,” tuturnya.
Kemudian, juga ada aturan yang selalu berubah-ubah dari peraturan pemerintah. Siswa yang dapat baru, dapat satu bulan, dua bulan tidak diaktifasi, uang itu diambil kembali oleh pemerintah. Jadi seakan-akan ada yang mencairkan.
“Disamping itu ada juga kepala sekolah yang nakal,” tukasnya. (san)