MADURANEWS.CO, Sampang– Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, mengaku tidak punya anggaran untuk mensupport para pelaku kesenian tradisional di Kota Bahari. Sampai saat ini pelaku kesenian tradisional ketika mengadakan sebuah event kesenian, anggaran yang dipakai merupakan hasil dari swadaya sendiri.
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disporabudpar Sampang, Abd Basith mengatakan, bahwa dalam upaya melestarikan kesenian yang ada di Kota Bahari, pihaknya menjalin kerjasama dengan komunitas-komunitas pelaku seni budaya secara langsung. Walaupun pihaknya minim anggaran untuk mendukung secara finansial.
Lebih lanjut, komunitas Putra Rajawali Original dug-dug yang mengadakan lomba Naraya se-Madura tahun 2022, menurut Basith secara penganggaran pihaknya tidak terlibat. Tapi kalau secara administrasi dan meminalisir biaya pihaknya hadir diacara tersebut. Selain itu, Ia juga mengaku kalau pihaknya sering bekerjasama dengan sanggar-sanggar tari yang ada di kota Bahari.
Dari sekian sanggar-sanggar tari yang ada di Kota Bahari, ada 3 sanggar tari yang menurutnya sering pihaknya datangi dan diajak kerjasama oleh pihaknya. Diantaranya, sanggar tari Wawan yang merupakan level Sekolah Dasar (SD), sanggar Mator Dance Studio Torjun, dan sanggar Trunojoyo Dalpenang.
“Pada tahun 2022 itu digelar panggung Naraya, sama sekali itu tidak ada anggaran dari dinas. Tapi kami yang di dinas punya andil disitu,” katanya.
“Sanggar-sanggar tari itu meskipun di kami tidak ada anggaran untuk menyumbang untuk sanggar tari itu, kami hadir ditengah-tengah mereka memberikan semangat latihan,” imbuhnya.
Kemudian Basith juga menuturkan kalau memang ada komunitas teater yang mau mengadakan kegiatan, itu bisa langsung menempati daripada gedung kesenian yang ada. Sedangkan untuk membantu masalah biaya, kesekian kalinya Ia menegaskan kalau pihaknya tidak punya anggaran untuk hal tersebut. Namun dia juga tidak menutup pintu untuk pelaku seni datang kedirinya dan berdiskusi bagaimana untuk menekan daripada biaya pengeluaran. Misalnya harus pinjam kursi, tidak usah pinjam karena di gedung kesenian itu ada kursi.
“Kalau teman-teman komunitas mau tampil, sudah tersedia tempatnya, tinggal bikin kegiatan, koordinasi dengan kami, kita hadir disitu,”tuturnya.
Fasilitas yang ada di gedung kesenian yang dinilai kurang memenuhi dari pertunjukan kesenian, Basith mengungkapkan, bahwa hal tersebut sudah berhubungan dengan anggaran. Sehingga Ia menilai kalau sudah berhubungan dengan anggaran, mau tidak mau akan mewajibkan pihaknya untuk mengusulkan anggaran. Tapi usulan pihaknya itu menurut Basith memiliki bobot, karena hal tersebut lahir dari usulan OPD-nya dan bukan berbasis usulan masyarakat.
“Jika memang teman-teman komunitas punya usulan yang kreatif, misalnya masuk ke dewan, dewan mendisposisi ke kami, kami menerjemahkan dalam bentuk usulan anggaran, itu bobotnya lebih besar. Karena sudah masuk usulan aspirasi,” pungkasnya. (san)