MADURANEWS.CO, Sampang- Puluhan ulama mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Selasa (19/05/20). Kedatangan mereka dalam rangka meyampaikan aspirasi dan protes atas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang tengah dibahas DPR RI.
Poin utama yang diprotes dalam RUU HIP adalah tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme sebagai konsideran atau rujukan dasar pemikiran RUU tersebut. Dengan kondisi itu, para ulama di Kabupaten Sampang mengaku khawatir RUU tersebut nantinya bisa membuka peluang masuknya kembali ideologi komunis di Indonesia.
KH Ahmad Yahya Hamiduddin, juru bicara perwakilan tokoh ulama yang datang ke Kantor DPRD Sampang, mengatakan bahwa para habaib dan ulama memiliki kehawatiran akan timbulnya permasalahan-permasalahan di kemudian hari jika Tap MPRS 25/1966 tersebut tidak dimasukkan sebagai konsideran dalam RUU HIP. Maka itu, para ulama mendorong agar Tap MPR tersebut dimasukkan dalam konsideran.
“Kami khawatir perpecahan bangsa dan negara, karena kami mencium adanya indikasi kepentingan kelompok serta orang-orang yang sengaja berada di belakang pembahasan itu,” katanya saat melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Sampang di Ruang Komisi Besar.
Dia berpendapat, jika hal tersebut dilakukan pembiaran maka dikhawatirkan akan membangkitkan paham-paham partai komunis Indonesia (PKI). Menurutnya, para ulama di Madura menolak kebangkitan PKI di tanah air. “Kami hanya orang desa, tapi kami merasakan bau-bau kebangkitan faham PKI dalam RUU HIP ini,” ujarnya berpendapat.
Semntara itu, Ketua DPRD Sampang Fadol menegaskan bahwa tidak ada peluang bagi paham komunis dan/ atau PKI untuk bangkit lagi di tanah air. Hal itu sudah diperkuat dalam TAP MPRS No 25 Tahun 1966 tentang larangan ajaran komunisme di Indonesia.
Menurutnya, ketetapan tersebut tidak bisa diubah oleh lembaga apapun karena TAP MPRS tersebut masih berlaku. Dan MPR pun saat ini tidak bisa serta merta mencabutnya sehingga paham komunis dan PKI akan tetap terlarang di Indonesia. Ideologi Pancasila tidak akan melegalkan PKI. ”Sekali lagi itulah yang tetap melarang dan tidak membolehkan adanya PKI di Indonesia,” tuturnya.
Lanjut Fadol menjelaskan, TAP MPRS No 25 Tahun 1966 tentang larangan ajaran komunisme di Indonesia tidak bisa dicabut karena merupakan produk lembaga tertinggi negara saat itu. Namun saat ini MPR sudah tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga tinggi berdasarkan nomenklaturnya. “Sehingga tidak ada lembaga manapun yang bisa menghapus atau mencabut TAP MPR itu,” tegasnya.
Oleh karena itu, Fadol meminta semua pihak untuk tidak khawatir yang berlebihan. Sebab, ideologi Pancasila dalam RUU tersebut tidak akan melegalkan bangkitnya paham komunisme di Indonesia.
“Memang kita semua perlu khawatir adanya komunisme, cuma kita percayakan bahwa ideologi Pancasila dan RUU itu tidak akan melegalkan PKI di Indonesia,” ungkapnya. (dul/lum)