Disporabudpar Mulai Inventarisir Kekayaan Budaya Lokal

MADURANEWS.CO, Sampang- Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, mulai menginventarisir kekayaan budaya lokal. Itu untuk menjaga kelestarian kearifan lokal.

Kabid Budaya Disporabudpar Sampang A Rahman mengatakan, meskipun belum mengetahui secara pasti jumlah dan jenisnya, pihaknya mengaku sampai saat ini terus mempelajari budaya-budaya milik Kota Bahari. 

“Kosong, karena memang saya tidak tahu sama sekali, masih menjajaki dan menggali. Seperti yang kemarin itu saya coba memunculkan kembali Panja’ Rajeh, macopat ataupun membaca yang di Napo,” katanya.

Menurutnya, gelaran budaya Panja’ Rajeh itu merupakan pertama kali di tanah Madura dan merupakan budaya Hindu. Yang biasanya di Jawa dilaksanakan sebelum memulai penanaman padi di sawah. Sebelum pelaksanaan Panja’ Rajah, menurutnya akan dilakukan budaya yang lain yaitu Macopat.

“Sampang, kalau Panje’ Rajeh itu sebetulnya di mana-mana. Kalau di Jawa sebelum menanam. Hindu sih itu budaya, baru pertama kali itu yang ada di Madura ya di Napo itu,” tambahnya.

Dia juga mengungkapkan dengan lokasi pelaksanaan yang di tengah sawah dengan kondisi berlumpur membuat generasi muda enggan untuk melestarikannya.

“Regenerasinya yang mudah-muda ini masih gengsi masalahnya. karena tarinya di sawah dan lokasinya yang becek,” tuturnya.

Kemudian dia menyampaikan bahwa ada beberapa budaya Sampang yang sudah masuk di Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dia juga mengaku kalau pihaknya saat ini sedang memproses kampung Belanda yang ada di Kecamatan Torjun untuk jadi cagar budaya. Setelah sebelumnya lokasi makamnya Rato Ebhu yang ditetapkan sebagai cagar budaya.

“Kalau kita yang sudah masuk di HAKI nasional, Melati Sato’or itu punya Sampang sudah dan cagar budaya Rato Ebhu ini sudah SK umum dan sebentar lagi ini saya lagi proses cagar budaya Kampung Belanda dan yang baru ini busana adat Sampang,” ungkapnya.

Selanjutnya, Rahman menjelaskan kalau Sampang itu memiliki kurang lebih 4 pakaian adat yang dibagi mengikuti kasta pemakainya. Mulai dari kepala pemerintahan sampai masyarakat biasa.

“Ada 4 grid yang untuk Bupati itu Rasogan Cakra Ningrat, yang untuk Forkopimda Rasogan Mangkubumi yang untuk ponggabah (pegawai) itu Rasogan Ponggabah (pegawai) dan untuk rakyat Rasogan Manggasareh. Itu kita prosesnya juga 9 bulan,” jelasnya.

Saat ditanya mengenai pelestarian budaya-budaya yang ada di Sampang, dia mengaku kalau saat ini dan tahun yang akan datang pihaknya belum memiliki ataupun mendapatkan anggaran untuk pelestarian dan perawatan budaya yang ada karena adanya pengalihan anggaran.

“Untuk saat ini belum ada, rencana tahun depan berhubung refocusing tidak ada lagi,” pungkasnya. (raf/lum)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *