MADURANEWS.CO, Surabaya– Di tengah hamparan ladang minyak di Bojonegoro, Jawa Timur, deru mesin pengeboran di Lapangan Banyu Urip tak pernah benar-benar padam. Namanya Banyu Urip Infill Clastic (BUIC). Lapangan baru yang diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada Juni lalu ini diproyeksikan menjadi penyangga penurunan produksi sumur-sumur tua di Blok Cepu.
Saat sumur-sumur tua itu memsuki fase penurunan alami, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) justru berhasil mempertahankan output minyak mentah dengan strategi penemuan lapangan baru. Alih-alih menurunkan produksi, malah menambah laju aliran minyak mentah dari agregat lapangan-lapangan andalannya.
“Kami memasok hampir 25 persen kebutuhan minyak nasional,” kata Tezhart Elvandiar, External Engagement & Socioeconomic Manager EMCL. “Saat sumur-sumur mature mulai menurun secara alami, kami menemukan cara mempertahankan produksi lewat pengembangan dan pengeboran sumur baru.”
Langkah itu membuahkan hasil nyata. Enam sumur baru di Lapangan Banyu Urip kini menghasilkan tambahan sekitar 30 ribu barel per hari, menaikkan total produksi harian menjadi lebih dari 165 ribu barel per hari. Angka ini menjadikan EMCL penghasil minyak terbesar di Indonesia saat ini.
“Dengan tambahan itu, kontribusi kami terhadap produksi nasional kini lebih dari seperempat,” ujarnya.
Dari Tanah Bojonegoro ke Laut Tuban
Rantai produksi minyak di Blok Cepu berjalan dengan presisi industri modern. Dari sumur di Banyu Urip dan Kedung Keris, minyak mentah dialirkan menuju Sandro Processing Facilities, tempat pemrosesan dan pemisahan awal. Dari sana, fluida emas hitam itu bergerak melalui pipa bawah tanah sejauh puluhan kilometer hingga mencapai FSO Gagah Pringang, kapal terapung raksasa di lepas pantai Tuban.
Di atas kapal itulah minyak disimpan sebelum dikirim ke kilang-kilang pengolahan domestik. Jalur distribusi yang nyaris tanpa jeda ini menjadikan produksi EMCL sebagai salah satu sumber energi paling vital bagi Indonesia.
“Seluruh operasi kami dirancang dengan prinsip efisiensi dan keandalan tinggi,” tutur Tezhart. “Bukan hanya untuk memastikan produksi stabil, tetapi juga agar pasokan energi nasional tetap terjaga.”
Menahan Laju Penurunan Alamiah
Indonesia tengah menghadapi tantangan berat di sektor hulu migas. Seiring menurunnya produksi dari lapangan-lapangan tua, upaya mempertahankan output nasional menjadi pekerjaan besar.
Dalam konteks itu, kinerja Blok Cepu menjadi krusial. Sejak berproduksi perdana pada 2008, ECML konsisten menjadi penopang utama produksi minyak nasional. Tanpa kontribusi dari ECML, volume lifting minyak Indonesia bisa turun drastis.
“Kami bekerja untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, sebagaimana amanah Asta Cita Presiden Prabowo,” tukasnya. (lum)












