MADURANEWS.CO, Madura– Universitas Airlangga (Unair) Surbaya melakukan pengabdian kepada masyarakat (Pengmas) di Madura, Jawa Timur, Minggu (7/7/2024). Tim Pengmas Unair yang melakukan pengabdian di Kabupaten Pamekasan dan Sumenep membantu masyarakat melakukan pemetaan masalah dan potensi pariwisata desa.
Sebagai informasi, pariwisata saat ini menjadi andalan beberapa desa sebagai potensi sumber pendapatan desa. Pengelolaannya bisa melalui BUMDes atau Pokdarwis yang berada di bawah naungan Dinas Pariwisata, Olahraga dan Budaya tiap kabupaten. Tantangan yang dihadapi wisata desa tidak hanya dalam pengembangan daya tarik objek wisatanya, namun juga manajemen badan pengelola. Banyak ditemui objek wisata bagus akhirnya gagal karena buruknya manajemen. Demikian sebaliknya, daya tarik wisata biasa saja, namun bertahan karena tatakelola yang mapan.
Untuk mengurangi resiko kegagalan wisata desa akibat pengelolaan yang kurang baik, maka insan akademis Unair Surabaya mengadakan kegiatan Pengmas terkait wisata desa di dua kabupaten di Madura, yaitu Desa Montok, Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan; dan Desa Kaduara Timur, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep.
Desa Montok memiliki objek wisata Pantai Talang Siring, sementara objek wisata Desa Kaduara Timur adalah Pemandian Sumber Air Belerang. Kedua objek wisata ini berdiri hampir sama tuanya, yaitu sekitar tahun 1960-an.
Menurut mantan Kepala Desa Montok Wahid Hasyim Tamrin, Pantai Talang Siring sudah ada sejak awal masa orde baru. Sementara menurut Kepala Urusan (KAUR) Pembangunan Desa Kaduara Timur, Andi Heriyanto, Sumber Belerang berdiri pada 2 Mei 1962, atau disingkat dengan Misgilomi 1962 (Kamis Legi Loro Mei 1962).
Dalam observasi lapangan, Ketua Tim Pengmas Dr Ni Made Sukartini menjelaskan bahwa kedua objek wisata tersebut sangat potensial untuk menggaet lebih banyak pengunjung mengingat lokasinya yang sangat strategis di jalan nasional yaitu Jalan Raya Pamekasan-Sumenep.
“Kedua objek wisata ini bisa diintegrasikan dan saling mendukung satu sama lain. Selain karena jaraknya yang tidak sampai 2 km, memiliki daya tarik berbeda, yaitu pantai dan pemandian,” terangnya.
Dalam diskusi pemetaan masalah dan strategi pengembangan yang diselenggarakan di Balai Desa Montok, stakeholder dua desa tersebut mengungkapkan tentang kendala lapangan yang dihadapi, seperti yang diutarakan Didik Anis Kurli selaku KAUR Ekonomi Desa Montok.
“Tantangan utama Talang Siring adalah pengembangan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Misalnya, agenda perluasan wilayah pantai dengan pengurukan masih berhadapan dengan peraturan tentang lingkungan hidup,” tuturnya.
Senada dengan Talang Siring, Misgilomi juga mengalami kendala dalam pengembangan, sebagaimana disampaikan Usman Efendi, Ketua BUMDES Kaduara Timur.
“Saat ini Misgilomi belum bisa menampung atau memberdayakan potensi yang ada, khususnya produksi UMKM, seperti jajanan dan cinderamata. Harapannya nanti terintegarasi antara objek wisata dengan potensi pendukung lainnya yaitu kuliner dan kerajinan lokal,” ungkapnya.
Tim pengmas lainnya yaitu Dr Achmad Solihin memberikan saran agar tantangan ini diselesaikan segera dalam level organisasi, yaitu antara pemerintahan desa dengan kabupaten. Pelibatan unsur masyarakat sangat efektif menyelesaikan masalah kelembagaan tersebut.
“Hal semacam ini sering ditemui, namun selalu ada solusi. Tim Pengmas UNAIR siap menjadi tempat konsultasi dan berbagi ide,” terangnya.
Dr Jany Purnawanty selaku tim dari bidang hukum juga memberikan masukan tentang perlunya harmonisasi antara peraturan desa, khsusunya BUMDES dan pengelolaan wisata desa dengan peraturan di atasnya, misalnya tentang pokdarwis dan lingkungan hidup.
“Jangan sampai masalah hukum menghambat pengembangan wisata yang bagus ini,” simpulnya.
Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion (FGD) yang dipandu oleh Tim Pengmas Akhmad Jayadi menyimpulkan bahwa hal-hal yang harus segera dilakukan oleh kedua desa, di antaranya adalah fasilitasi terhadap potensi lokal seperti kuliner dan kerajinan; pelibatan berbagai unsur masyarakat dalam rapat pengembangan, baik pemuda, tokoh agama, kaum perempuan, akademisi, maupun pengusaha. “Serta pembuatan payung hukum yang tidak berbenturan dengan peraturan daerah di atasnya,” tukasnya. (tim/lum)