MADURANEWS.CO, Sampang- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang Rudi Kurniawan salut dengan upaya Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) setempat yang menginventarisir kekayaan budaya lokal. Itu dinilainya sebagai langkah maju untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal.
Menurut Rudi, nilai-nilai kearifan lokal mempunyai peranan penting dalam pembangunan sebuah daerah. Bagaimanapun pesatnya budaya modern, sebuah daerah tidak boleh terlepas dari nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Sebab, nilai-nilai luhur itulah yang menjadi semcam pondasi moral bagi sebuah daerah.
”Apa yang diupayakan (inventarisir budaya lokal) oleh Disporabudpar itu sangat bagus. Kami salut dan sangat bangga. Karena kita ini tidak boleh mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal kita yang ada di Sampang,” katanya.
Dia tidak memungkiri bahwa generasi muda saat ini cenderung abai terhadap nilai-nilai luhur warisan para leluhur. Itu disebabkan derasnya teknologi informasi (TI) mutakhir yang mampu mengecoh konsentrasi generasi muda akan indahnya nilai-nilai kearifan lokal. Akibatnya, berbagai produk turunan TI itu tampak lebih menawan di mata generasi modern.
”Makanya saya sangat bangga sekali Disporabudpar berinisiatif menghimpun nilai-nilai kearifan lokal yang berserakan di antara puing-puing budaya lokal Sampang. Mudah-mudahan ini menjadi langkah awal untuk lebih mendekatkan lagi generasi muda kita dengan nilai-nilai luhur yang kita miliki,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kabid Budaya Disporabudpar Sampang A Rahman mengatakan, pihaknya saat ini sedang mempelajari budaya-budaya Sampang untuk dinventarisir. Ada banyak budaya lokal Sampang yang patut untuk dilestarikan. Hanya saja, pihaknya sampai saat ini masih belum mengetahui secara pasti.
“Kosong, karena memang saya tidak tahu sama sekali, masih menjajaki dan menggali. Seperti yang kemarin itu saya coba memunculkan kembali Panja’ Rajeh, Macopat atau membaca (tembang) yang di Napo,” katanya, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, gelaran budaya Panja’ Rajeh itu asal muasalnya merupakan budaya Hindu yang biasanya di Jawa dilaksanakan sebelum memulai penanaman padi di sawah. Sebelum pelaksanaan Panja’ Rajah, menurutnya akan dilakukan budaya yang lain yaitu Macopat.
“Di Sampang, kalau Panje’ Rajeh itu sebetulnya di mana-mana. Kalau di Jawa sebelum menanam. Hindu sih itu budaya, baru pertama kali itu yang ada di Madura ya di Napo itu,” ujarnya.
Lokasi pelaksanaan yang di tengah sawah dengan kondisi berlumpur, menurutnya hal itu membuat generasi muda enggan untuk melestarikannya. “Regenerasinya yang mudah-muda ini masih gengsi masalahnya karena tarinya di sawah dan lokasinya yang becek,” tuturnya.
Kemudian dia menyampaikan bahwa ada beberapa budaya Sampang yang sudah masuk di Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Dia juga mengaku bahwa pihaknya saat ini sedang memproses kampung Belanda yang ada di Kecamatan Torjun untuk dijadikan cagar budaya. Setelah sebelumnya makam Rato Ebhu yang ditetapkan sebagai cagar budaya.
“Kalau kita yang sudah masuk di HAKI nasional, Melati Sato’or itu punya Sampang sudah, dan cagar budaya Rato Ebhu ini sudah SK umum dan sebentar lagi ini saya lagi proses cagar budaya Kampung Belanda dan yang baru ini busana adat Sampang,” ungkapnya.
Disporabudpar juga menginventarisir pakaian daerah sebagai kekayaan budaya lokal. Menurut Rahman, Sampang memiliki kurang lebih empat pakaian adat yang dibagi mengikuti strata pemakainya. Mulai dari kepala pemerintahan sampai masyarakat biasa.
“Ada empat grid; yang untuk Bupati itu Rasogan Cakra Ningrat, yang untuk Forkopimda Rasogan Mangkubumi yang untuk ponggabah (pegawai) itu Rasogan Ponggabah dan untuk rakyat Rasogan Manggasareh. Itu kita prosesnya juga 9 bulan,” jelasnya. (lum)