MADURANEWS.CO, Sampang- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, menerima sejumlah aktivis gabungan di Ruang Komisi Besar, Selasa (19/5/2020). Mereka mempertanyakan peruntukan dan penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk mengatasi dampak pandemi virus Corona atau Covid-19 yang mencapai Rp 87,1 miliar.
Ketua DPRD Kabupaten Sampang Fadol menjelaskan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh gabungan aktivis tersebut akan diterima dan ditampung serta ditindaklanjuti secara baik. Termasuk berkaitan dengan data penerima program bantuan pemerintah di tengah pandemi Covid-19.
“Kami ingin memberikan ruang bagi semua lapisan masyarakat untuk unjuk aspirasi dalam upaya peningkatan mutu pengawasan terhadap pelaksanaan program kegiatan yang berhubungan dengan Covid-19 di Kabupaten Sampang,” katanya usai acara audiensi.
Dijelaskannya, materi yang disampaikan para aktivis lebih banyak mengarah pada data penerima bantuan yang dinilainya amburadul. Merespon hal itu, pihaknya berkomitmen untuk memanggil para stakeholder yang berkaitan dengan data Bansos tersebut.
“Kedatangan gabungan aktivis ini merupakan bentuk kepedulian agar seluruh program bantuan pemerintah tepat sasaran dan sampai kepada yang berhak akibat sebaran virus corona ini,” tambahnya.
Menurutnya, Bansos pandemic tersebut merupakan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk masyarakat terdampak Covid-19 yang tidak ter-cover dalam Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa dan sejumlah program Bansos lainnya yang berasal dari pemerintah provinsi dan pusat. Untuk itu, perlu seleksi data yang akurat agar Bansos tersebut tidak tumpang tindih dengan program bantuan lainnya.
Oleh karena itu, kata Fadol, DPRD Sampang akan segera memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) setempat untuk dimintai penjelasannya terkait mekanisme penyaluran Bansos pandemi yang mencapai Rp 87,1 miliar tersebut.
“JPS itu tidak lantas hanya fokus pada ODR. Tapi, lebih pada warga terdampak pandemi yang tidak terdata di program bantuan lainnya, sehingga masyarakat bisa mendapatkan manfaat,” imbuhnya.
Lebih jauh politikus PKB itu memaparkan bahwa dana JPS tersebut tidak akan dihabiskan untuk kegiatan selama pandemi ini. Sebab, itu merupakan bagian dari pemenuhan implementasi dari keputusan bersama pemerintah. “Makanya seluruh aktivis harus aktif mengawasi seluruh program pemerintah dan mengawal akurasi data peruntukannya,” tegasnya.
Wakil Ketua I DPRD Sampang Amin Arif Tirtana menambahkan, jika berbicara soal data, pihaknya mengakui banyak yang harus diperbaiki. Namun begitu, pihaknya menyampaikan bukan berarti tidak ada solusi terkait krisis data valid itu.
“Apa yang disampaikan teman-teman aktivis, kami mengiyakan karena memang dari dulu sampai sekarang kami yakini data itu tidak ada yang valid dan benar di bawah. Tetapi, kami melihat jajaran OPD kurang bersosialisasi dan tidak ada upaya sinkronisasi antar OPD, khususnya DPMD dengan Dinsos sebagai dinas yang lebih paham soal teknis data bansos itu. Dan mungkin OPD itu bisa menyelesaikan kesemrawutan data yang terjadi saat ini,” terangnya.
Adapun Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), kata dia, berada di Dinsos dan DPMD yang sebenarnya menjadi bagian dinas yang berperan melakukan pendataan di bawah. “Sebenarnya jika dua dinas ini bekerjasama, sebenarnya selesai. Tinggal menyinkronkan data-data yang dimiliki. Tapi kenyataannya, dua OPD ini tidak ada koordinasi. Kami berharap anggaran miliaran rupiah itu bisa secepatnya bermanfaat, segera dicarikan solusi dan tentu diberikan kepada KPM yang berhak di masa pandemi sepeti sekarang ini,” pintanya.
Terkait peruntukan Bansos tersebut, Amin menegaskan bahwa berdasarkan rapat Banggar DPRD Sampang dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam pembahasan realokasi anggaran, program jaring pengamanan sosial tersebut tidak diperuntukkan bagi ODR melainkan diberikan kepada masyarakat miskin atau tidak mampu yang terdampak Covid-19.
“Saya sampaikan bukan untuk ODR, tapi yang terpenting itu bagi warga miskin dan tidak mampu yang terdampak covid-19. Karena apa, saya sendiri punya tetangga ODR yang datang dari Jakarta tapi mobilnya Fortuner dan rumahnya besar. Apakah itu yang berhak menerima? Tidak kan!” tegasnya. Pagu Bansos JPS itu Rp 200 ribu per KK.
Sementara itu, para aktivis khawatir Bansos tersebut nantinya tidak tepat sasaran karena mekanisme dan basis data penerimanya belum jelas. Apalagi, saat ini program Bansos berlapis-lapis mulai dari pusat hingga daerah. Kondisi ini memungkinkan terjadinya tumpang tindih sehingga semua pihak perlu ikut mengawasinya. Selain itu, aktivis juga memprotes rencana penyaluran Bansus tersebut untuk ODR. Sebab, tidak semua ODR orang miskin dan tidak mampu.
“Awalnya dinas itu ingin menyalurkan bantuan sosial yang bersumber dari ABPD itu berbentuk tunai dengan sasaran Orang Dalam Resiko (ODR) Covid-19. Tapi bagi kami, sasaran penerima ODR ini tidak jelas peruntukannya. Maka perlu diperjelas kembali sasarannya. Kemudian kami minta DPRD menggali data jumlah KSK se-Kabupaten Sampang, yang disajikan secara terpisah baik di tingkat Kecamatan maupun desa,” kata Sukardi, salah satu aktivis LSM yang ikut audiensi.
Aktivis LSM yang lain, Sidik berharap peran aktif DPRD Sampang dalam realisasi seluruh program pemerintah di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, peruntukan realokasi anggaran yang cukup besar harus tepat sasaran.
“Intinya, program itu benar-benar menyasar warga miskin yang terkena dampak dari pandemi corona ini. Tidak asal comot datanya. Sejumlah bantuan saat ini mulai diluncurkan, sehingga perlu adanya pengawasan dan pemantauan dari semua pihak. Jangan sampai ini hanya menjadi bumerang bagi pemerintah desa akibat fatalnya realisasi program kegiatan ini,” tambahnya. (dul/vid/lum)