MADURANEWS.CO, Sampang– Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, mengaku tidak bisa membuka data jumlah Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Sekolah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau yang kita kenal Sekolah Kejar Paket.
Kabid PAUD dan PNFI Disdik Sampang, Dewi Trisna mengatakan, bahwa sekolah non formal atau kejar paket di kota Bahari itu jumlahnya ada 38 lembaga. Namun untuk sebaran lembaga pendidikan tersebut Ia tidak menyebutkan ada di daerah mana saja.
“Tidak semua di kecamatan sebarannya. Tidak hafal untuk daerahnya. Ke Kasi saya nanti kalau masalah teknis,” katanya kepada maduranews, Rabu (29/05/2024).
Kemudian, Ia menuturkan kalau sekolah kejar paket itu juga ada pengaruhnya terhadap meningkatnya kepemilikan ijazah SD penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten Sampang tahun 2023.
Sementara untuk minat masyarakat Kota Bahari terhadap sekolah kejar paket, menurut Dewi sebagian masyarakat itu merasa tidak sama. Artinya, ala-ala formal dan kesetaraan itu tidak sama. Meskipun mendapat ijazah masih dianggap belum sama. Jadi masih perlu ada upaya untuk sosialisasi kepada masyarakat luas oleh Disdik Sampang. Karena sampai sekarang sekolah kejar paket tersebut belum menjadi pilihan yang realitas.
“Ada pelan-pelan. Jadi sosialisasi itu sendiri sedang kami upayakan,” tuturnya.
Dari pemerintah sendiri menurut Dewi sekolah kejar paket itu ada biaya khusus. Namun untuk nominalnya tidak ia sebutkan. Dan itu kembali lagi ke masing-masing PKBM. Karena sekolah kejar paket itu di kelola oleh masyarakat.
“Kalau dari pemerintah ada, tapi itu kembali lagi kepada PKBM-nya, seperti itu. Bahwa pengambilan dana itu anggap semua terkaver,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan kalau untuk sekolah kejar paket itu juga ada bantuan dari pemerintah pusat, yaitu Bantuan Operasional Pendidikan. Namun menurut dia, dirinya tidak bisa menyebutkan berapa jumlah nominal bantuan tersebut setiap tahunnya. Hal itu menurut dia dikarenakan aturan satu pintu ke Kepala Dinas Pendidikan terkait data.
Lebih lanjut, saat disinggung sejak kapan aturan satu pintu terkait data tersebut, Dewi menyampaikan kalau aturan itu berlaku sejak kepala dinas yang baru menjabat di bulan Januari lalu.
“Kalau untuk data itu saya tidak bisa menyebutkan. Nanti teknis yang menjelaskan. Saya tidak bisa buka data, saya perlu buka buku betul-betul, karena saya takut keliru,” pungkasnya. (san)