MADURANEWS.CO, Sampang– Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, menegaskan kalau Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak bisa masuk ke Otak-Atik Pj Kepala Desa (Kades) yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang. Seperti halnya DPRD yang tidak bisa Cawe-cawe dalam penentuan Pj Bupati, dan hanya bisa mengontrol apa yang dijalankan oleh Pj.
Wakil ketua komisi I DPRD Sampang, Ubaidillah mengatakan, bahwa dirinya bicara normatif dulu. Karena kalau akan berbicara sifat tekhnis di administrasi pemerintahan pasti didasari normatifnya dulu. Normatifnya seperti apa? Beberapa hal telah disampaikan oleh kawan-kawan dari PABPDSI Sampang saat beraudiensi dengan pihaknya, Senin (01/07/2024). Tetapi dirinya mengaku sudah mempelajari seluruh normatif yang telah disampaikan PABPDSI. Mulai dari poin satu sampai tujuh belas dari Surat PABPDSI.
“Tapi sayang sekali memang ada poin-poin penting atau Undang-undang yang Sangat penting untuk ditaruh disitu untuk dijadikan rujukan yang berkaitan dengan evaluasi Pj. Yaitu, Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Itu yang belum dimasukkan terkait dengan evaluasi Pj dan lain sebagainya,” katanya.
Ia menjelaskan, kalau di Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan itu ada retribusi, ada mandat, ada pelimpahan kewenangan, dan ada juga istilah diskresi. Untuk apa diskresi itu? Dijelaskan di dalam Undang-undang tersebut adalah memastikan bahwa pemerintahan berjalan, mengisi dan memastikan kepastian hukum.
“Kemudian ada hal mandat, disitu juga ada keterangan mandat bahwa apapun yang bersifat mandat, itu bisa tetap di evaluasi. Artinya, secara normatif yang saya maksud itu boleh dilakukan berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.
Lanjut Politisi Partai Golkar itu, akan berbeda kalau dalam proses evaluasi itu ada dugaan tidak objektif. “Normanya membolehkan, tapi dalam prakteknya tidak sesuai dengan norma, itu lain hal,” ujarnya.
“Yang harus kita awali kedepan adalah proses pelaksanaan evaluasi, tapi dalam konteksnya norma memperbolehkan itu,” lanjutnya.
Sementara, berkaitan dengan Undang-undang nomor 6 tahun 2010 tentang Pilkada, disitu menurut Ubaidillah dijelaskan bahwa memang tidak boleh melakukan mutasi itu pada Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu ASN pada posisi jabatan induk. Jabatan induk misalnya dia staf di kecamatan, itu tidak boleh dimutasi ke kecamatan lain. Dan itu bisa dibuka di Perkab, BKN, atau di Permen PAN-RB. Dikecualikan tadi Undang-undang yang bersifat umum itu Kadang-kadang bisa dibatasi oleh Undang-undang yang mengatur secara khusus. Yang dikecualikan apa? Kecuali dapat izin dari Kemendagri, itu pasti boleh memutasi.
“Artinya, dari Undang-undang yang bersifat umum itu bisa dibatasi oleh Undang-undang yang mengatur secara khusus dalam ruang lingkup tertentu. Maka yang tidak boleh dimutasi misalnya, kepala dinas dan sebagainya yang difinitif, kecuali dapat izin tertulis dari Kemendagri,” ungkapnya Ubaid.
Sama dengan ASN yang mandat atau diskresi itu boleh dievaluasi oleh pemberi mandat. Dalam hal ini yang memberi mandat adalah saat ini yang menduduki Pj bupati. Apa dasarnya Pj bupati mengevaluasi, yaitu Peraturan Bupati. Dia diperintah oleh perbup nomor 27 tahun 2021 tentang pengangkatan pemilihan pilkades. Jadi bukan siapa dia yang duduk sekarang, tapi dia diperintahkan secara kelembagaan bukan personal.
“Yang disampaikan PABPDSI adalah soal objektivitas hasil evaluasinya, disitu peran kami. Kami harus memanggil tim evaluasi,” ujarnya.
Kalau memang BPD tidak dilibatkan dalam proses pergantian Pj Kades, DPRD juga tidak dilibatkan. Karena apa? Karena pihaknya menurut dia Uni Kameral. Uni Kameral maksudnya pihaknya punya kewenangan terbatas yang dibatasi oleh Undang-undang. Menurut dia pihaknya pun tidak tahu ini siapa dan dari desa mana saja Pj Kades yang diganti. Nanti kalau selesai eksekutif melakukan evaluasi dan pergantian baru mereka laporan ke pihaknya hasil pergantiannya.
Pihaknya memang senasib dengan BPD, bahwa memang tidak tahu detail tentang teknis yang dilakukan oleh eksekutif, karena itu bukan ranah pihaknya. Walaupun didalam Undang-undang nomor 23 tahun 2014 dikatakan bahwa pemerintahan adalah bupati, wakil bupati, DPRD, dan dibantu oleh perangkat daerah sebagai pemerintahan. Tapi pemerintahan ini Uni Kameral, artinya punya kamar berbeda-beda.
“Tapi soal mengotak-ngatik, memindahkan, mengevaluasi bukan wewenangnya BPD. Sama dengan kami, kami tidak punya hak untuk menentukan siapa yang menjabat Pj bupati di Kabupaten Sampang. Itu semua pusat yang menentukan, dan kita hanya bisa mengontrol apa yang dijalankan oleh Pj bupati itu,” pungkasnya. (san)