Tambang Galian C Marak, Kantor DPRD Sampang Didatangi Aktivis

MADURANEWS.CO, Sampang- Tambang galian C ilegal di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, masih cukup marak. Hal ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, mulai dari anggota legislatif hingga para aktifis.

Yang terbaru, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Advokasi Tambang Rakyat (Gatra) mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Sampang untuk beraudiensi dengan wakil rakyat dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang. Sebut saja Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Polisi Pamong Praja, dan sejumlah pihak terkait lainnya.

Wakil Ketua DPRD Sampang Amin Arif Tirtana mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah daerah untuk menerapkan seluruh aturan terkait penambangan atau galian C. Menurut dia, pemerintah daerah harus lebih tegas dalam menangani persoalan galian C.

“Tindakan penutupan, itu merupakan pilihan terakhir jika para pemilik galian C tetap mokong tidak mau mengurus izinnya,” katanya.

Terkait hasil audiensi, pihaknya berjanji akan meneruskan aspirasi para aktivis terhadap Bupati Sampang H Slamet Junaidi. Supaya rekomendasi dalam audiensi tersebut dapat diperhatikan oleh Bupati Sampang. “Bupati juga harus mendorong OPD untuk membantu pengurusan izin pemilik galian C supaya difasilitasi sesuai ketentuan yang ada,” harapnya.

Moh. Sidik, perwakilan Gatra mengatakan bahwa pihaknya ingin mengetahui sejauh mana peran Pemkab Sampang dalam upaya memberikan fasilitas terhadap sejumlah pelaku pertambangan di Kabupaten Sampang. Sebab, sejauh ini pihaknya mengetahui mayoritas aktivitas pertambangan galian C di Kabupaten Sampang belum mengantongi izin usaha.

“Meskipun begitu, terlihat nyata bahwa meskipun tidak mengantongi izin rata-rata masih beroperasi, dan ini jelas-jelas merugikan terhadap masyarakat dan Kabupaten Sampang pada umumnya,” ujarnya.

Dia menilai, Pemkab Sampang selama ini terkesan berlindung di balik aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat. Padahal, jelas dia, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 07 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 14 ayat (2), pemerintah daerah mempunyai ruang untuk ikut andil dalam pemberian izin pertambangan.

Dalam peraturan tersebut, pemeberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada poin A berbunyi: menteri harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan/atau instansi pemerintah terkait, dan poin B gubernur harus terlebih dahulu mendapatkan  rekomendasi dari bupati/wali kota dan/atau instansi terkait.

“Nah aturan itu sudah jelas dan mengikat, tapi kenyataannya tidak diterapkan di Kabupaten Sampang. Kami (Gatra) tetap bersikukuh bahwa pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas pertambangan ini, karena selain terjadinya kerusakan terhadap lingkungan juga minimnya pendapatan terhadap daerah,” tegasnya.

Dia mendesak agar Pemkab Sampang harus mengambil sikap untuk menutup kegiatan tambang ilegal. Selain itu, pemerintah daerah harus turun langsung untuk memfasilitasi para pelaku usaha pertambangan untuk mengurus izin usaha. Sebab, aktivitas pertambangan itu juga diperlukan untuk meningkatkan investasi dan peningkatan geliat usaha pertambangan di Kabupaten Sampang.

“Kami juga menunggu tindak lanjut dari pertemuan ini, karena dalam waktu dekat OPD terkait akan melakukan koordinasi untuk melakukan penutupan terhadap lokasi yang tidak mengantongi izin. Kita tunggu saja apakah benar direalisasikan penegakan terhadap peraturan atau hanya gertak sambal,” tukasnya.

Sementara itu, Kabid Penataan dan Pengelolaan Lingkungan (PPL) DLH Sampang Moh Zainollah mengatakan, dari pertemuan tersebut disepakati bahwa dalam jangka waktu satu sampai dua hari ke depan, pihaknya akan berkoordinasi dengan OPD terkait untuk menyajikan data aktivitas pertambangan yang tidak mengantongi izin agar dilakukan penindakan secara tegas.

“Total yang melakukan pertambangan ada 24 lokasi. 8 di antaranya sedang proses pengajuan izin, dan 3 sudah mengantongi izin. Sisanya akan dikembalikan kepada dinas terkait untuk ditindaklanjuti,” katanya.

Dikatakannya, tanpa ada izin sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009, Pasal 158, beberapa lokasi pertambangan tersebut bisa dikenai sanksi dan pidana. Sanksinya berupa 10 tahun pidana dan denda Rp 10 miliar.

”Kami sudah imbau agar pelaku tambang ilegal menutup aktifitas pertambangannya sementara sebelum izinnya keluar. Kami hanya sebatas administrasi, sedangkan penegak hukum itulah yang bisa menutup aktifitas pertambangan ilegal itu,” ungkapnya. (dul/lum)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *