Komisi II Khawatir Tambang Galian C Berefek Panjang terhadap Punahnya Sumber Mata Air

MADURANEWS.CO, Sampang- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, khawatir sumber mata air bisa punah dalam beberapa tahun ke depan. Itu sebagai efek domino dari maraknya aktifitas pertambangan galian C di sejumlah titik perbukitan di wilayah Kabupaten Sampang.

Anggota Komisi II DPRD Sampang Alan Kaisan menyatakan, aktifitas pertambangan merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat mendongkrak perekonomian masyarakat maupun penambang itu sendiri. Hanya saja, dalam usaha penambangan galian C tersebut juga perlu adanya penerbitan izin tambangnya.

“Karena itu dapat menentukan titik mana saja yang dianggap layak untuk ditambang. Sehingga potensi risiko kerusakannya juga dimungkinkan kecil,” katanya.

Jika aktifitas pertambangam dibiarkan merajalela tanpa izin maka pemerintah tidak bisa melakukan pemetaan lokasi yang aman.

“Begitu juga sebaliknya, jika tanpa penerbitan izin, maka dampak lingkungannya juga berpotensi sangat besar meski di satu sisi lain menjadi sumber perekonomian,” timpalnya.

Menurutnya, maraknya pertambangan ilegal juga mengakibatkan merosotnya ketersediaan mata air yang ada di wilayah Kabupaten Sampang. Berdasarkan catatannya, pemenuhan suplai kebutuhan air di wilayah perkotaan Sampang berasal dari 11 titik sumber mata air yang rata-rata berasal dari perbukitan, di antaranya sumber mata air Gunung Maddah dan Pangelen.

“Rata-rata semuanya ada perbukitannya. Dan selama ini perbukitan sudah dilakukan aktifitas galian. Dan keterangan dari pihak PDAM setempat menyatakan bahwa kapasitas sumber mata air setiap tahunnya semakin merosot,” tambahnya.

Maka dari itu, politisi Partai Gerindra itu meminta Pemkab agar menerapkan kewajiban reboisasi dalam setiap pemeberian rekomendasi dojumen perizinan tambang galian C.

“Tapi yang belum berizin, itu belum pasti melakukan reboisasi sehingga mungkin 20 atau bahkan 50 tahun lagi sumber mata air di Sampang akan habis dan jelas akan sangat berdampak pada ekosistem kehidupan, terlebih sektor pertanian. Karena perbukitan dan tanaman merupakan sarana yang dapat menyimpan serapan air,” tegasnya.

Terpisah,  Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sampang Moh Imam mengatakan, saat memasuki musim kemarau, sebagian wilayah mengalami potensi kekeringan. Jika mengacu pada pemetaan dampak kekeringan 2019 lalu, terdapat 98 desa yang mengalami kekeringan dengan rincian kering kritis sebanyak 68 desa, kering langka terbatas 10 desa dan kering langka 21 desa.

“Yang kering kritis berada di 12 kecamatan, dan yang aman yaitu berada di Kecamatan Camplong dan Omben. Sedangkan data daerah kekeringan di tahun ini, kami masih berkirim surat kepada seluruh pihak kecamatan untuk pembaharuan data, bisa jadi ada pengurangan ataupun penambahan,” katanya.

Disinggung apakah kekeringan yang terjadi ada kaitannya dengan faktor aktifitas maraknya pertambangan ilegal, Imam menyatakan kemungkinan besar ada. “Bisa jadi, karena keberadaan tanaman yaitu sebagai penyerap air. Kalau pohon-pohon digundul ya otomatis sumber mata air akan berkurang,” tambahnya.

Sebelumnya, Kabid Pengelolaan dan Penataan Lingkungan (PPL) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sampang Moh Zainullah menyatakan, terdapat 24 lokasi pertambangan dengan rincian 3 pemilik telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), 8 masih proses pengajuan izin linkungan ke DLH, dan sisanya masih ilegal. Pihaknya mengaku telah melayangkan surat imbauan kepada pelaku usaha tambang ilegal yang bersifat peringatan agar segera mengurus izinnya.

“Tanpa ada izin sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009, pada pasal 158, itu dikenai sanksi dan pidana. Sanksinya berupa 10 tahun pidana dan denda Rp 10 miliar,” katanya.

Pihaknya mengaku juga telah meminta para pemilik tambang ilegal agar menutup kegiatan tambangnya sampai semua dokumen perizinannya telah lengkap.

“Kami sudah imbau agar pelaku tambang ilegal menutup aktifitas pertambangannya sementara sebelum izinnya keluar. Kami hanya sebatas administrasi, sedangkan penegak hukum itulah yang bisa menutup aktifitas pertambangan ilegal itu,” tukasnya. (dul/lum)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *