Oleh: Moh Hairus Zaman dan Akhmad Jayadi
Pendahuluan
Dalam perekonomian global, nikel sebagai produk pertambangan memainkan peran penting dan berfungsi sebagai bahan utama dalam pembuatan stainless steel, baterai kendaraan listrik dan beberapa aplikasi industry lainnya (Lin et al, 2023). Konsumsi nikel terus meningkat dalam setiap tahunnya dalam 5 tahun terakhir hingga mencapai sekitar 3,1 juta metrik ton (International Nickel Study Group [INSG], 2021). Menurut World Bank, (2023) nikel telah menjadi komoditas sumber daya alam yang strategis dalam perekonomian modern, dan diprediksi permintaan nikel akan terus meningkat seiring pertumbuhan industri kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan. Harga nikel sering mengalami fluktuasi harga di pasar international. Kondisi tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti permintaan global, kebijakan perdagangan, dan kondisi ekonomi makro (Hilson & Potter, 2005). Tentunya fluktuasi harga nikel tidak hanya mempengaruhi pasar global, tetapi juga berdampak signifikan pada negara atau daerah penghasil nikel.
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi penghasil nikel terbesar di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, (2024) hampir 50% dari total ekspor nikel nasional berasar dari Sulawesi Tenggara di tahun 2023, sehingga menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai salah satu sumber utama nikel untuk pasar international. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, (2023) mencatat bahwa hasil nikel Provinsi Sulawesi Tenggara menyumbang hampir 45% dari produksi nikel Indonesia. Perubahan nikel dunia tidak hanya mempengaruhi jumlah produksi dan pendapatan daerah, namun juga akan berdampak terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat (Bebbington & Bury, 2013).
Pada tahun 2012 hingga 2015 jumlah produksi nikel di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan yang sangat dalam sekitar di bawah 1 (satu) juta ton nikel. Namun, sejak tahun 2016 peningkatan jumlah produksi nikel di Sulawesi Tenggara mengalami tren yang terus meningkat serta juga diikuti dengan tren peningkatan harga nikel secara global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2020 jumlah produksi nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai lebih dari 20 juta ton.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam atau eksploitasi nikel memiliki dalam terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan. Seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Aragón & Rud, (2013); Karsadi & Aso, (2023); Kowasch, (2018); Naryono, (2023); Syahputra, (2024); Taufik et al, (2022); Yanıkkaya & Turan, (2018) menemukan bahwa sumber daya alam memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan perekonomian, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat. Sebaliknya, hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh Caselli & Michaels, (2013); Gylfason, (2001); Mehlum et al, (2006); Sachs & Warner, (1995b) bahwa sumber daya alam atau nikel tidak memiliki dampak terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Artikel ini bertujuan untuk melihat perbandingan daerah penghasil nikel baik sebelum dan sesudah peningkatan produksi nikel sejak tahun 2016 berdasarkan indikator ekonomi dan kesejahteraan serta menganalisis dampak setelah terjadi peningkatan produksi nikel di Sulawesi Tenggara terhadap perekonomian daerah, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran dan pengeluaran per kapita di daerah penghasil nikel di Sulawesi Tenggara. Terdapat 12 daerah penghasil nikel di Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Selatan, dan Kota Bau Bau (BPS, 2021).
Dengan menggunakan metode Difference in Differences (DID) data panel artikel ini mencoba mengisi gap research yang selama ini ada. Di mana penelitian sebelumnya menggunakan metode, indikator dan objek yang berbeda. Artikel ini diharapkan memberi kontribusi dalam memberikan temuan yang lebih valid tentang kontribusi produksi nikel terhadap kesejahteraan daerah, sehingga dapat menjadi landasan kebijakan dalam pengembangan produksi nikel ke depan, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dampak Kenaikan Produksi Nikel terhadap PDRB
Sebelum peningkatan produksi nikel, kondisi PDRB penghasil nikel yang memiliki rata-rata tingkat PDRB tergolong tinggi berada di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Bau Bau. Namun demikian, setelah terjadi peningkatan produksi nikel ke empat daerah tersebut tetap menjadi daerah penghasil nikel yang memiliki rata-rata PDRB yang tergolong tinggi. Ke empat daerah tersebut mendapatkan keuntungan langsung dari konsentrasi aktivitas ekonomi terkait produksi nikel yang berkontribusi secara langsung terhadap peningkatan PDRB. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan produksi nikel tidak dirasakan secara merata di semua daerah penghasil nikel, di mana beberapa daerah menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat. Temuan ini mendukung sebagian dari teori “resource curse,” yang menyatakan bahwa kekayaan sumber daya alam tidak selalu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang merata (R. Auty, 2002; Sachs & Warner, 1995; Todaro & Smith, 2011).
Temuan tersebut juga diperkuat dengan hasil pengujian secara ekonomitrika, yang menunjukkan bahwa peningkatan produksi nikel tidak signifikan terhadap pertumbuhan PDRB penghasil nikel. Hasil tersebut mengkonfirmasi kesesuaian dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Auty (2001b); Boyce & Shelley, (2003); Gylfason, (2001); Karl, (1997); Sachs & Warner, (1995b) bahwa kekayaan sumber daya alam yang besar tidak selalu memberikan dampak positif terhadap perekonomian.
Dampak Kenaikan Produksi Nikel terhadap Kemiskinan
Sebelum peningkatan produksi nikel rata-rata tingkat kemiskinan yang tergolong tinggi berada di Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Selatan. Namun setelah peningkatan produksi nikel, hanya Kota Bau Bau daerah penghasil nikel yang mengalami penurunan rata-rata kemiskinan di antara daerah penghasil nikel. Peningkatan produksi nikel di Kota Bau-Bau mungkin dikelola dengan lebih baik, sehingga dampak ekonomi positifnya dirasakan oleh masyarakat setempat (Taghvaee et al., 2023).
Keadaan yang terbalik terjadi pada Kabupaten Kolaka Timur, satu-satunya daerah penghasil nikel yang justru mengalami peningkatan kemiskinan setelah peningkatan produksi nikel. Fenemone tersebut menjelaskan bahwa produksi nikel yang tinggi tidak selalu sejalan dengan penurunan kemiskinan. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkelola dengan baik hanya akan memperburuk keadaan. Pengelolaan yang tidak efektif dan tidak terdistribusi dengan adil akan memperburuk ketimpangan ekonomi dan memberikan dampak nyata pada penurunan kemiskinan (Karl, 1997).
Di samping itu, hasil secara ekonomitrika menjelaskan bahwa peningkatan produksi nikel tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Artinya bahwa peningkatan produksi nikel tidak memiliki dampak terhadap kemiskinan di daerah penghasil nikel. Tidak berdampaknya aktivitas pertambangan nikel terhadap penurunan tingkat kemiskinan dikarenakan beberapa faktor salah satunya karena aktivitas pertambangan lebih banyak menarik orang-orang migran dengan upah yang lebih tinggi. Di sisi lain, menurut Karl, (1997) menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena keuntungan dari aktivitas tambang nikel yang beroperasi hanya dinikmati oleh segelintir pihak atau elit.
Dampak Kenaikan Produksi Nikel terhadap Pengangguran
Dampak kenaikan produksi nikel terhadap pengangguran di daerah penghasil nikel setelah peningkatan produksi nikel, terjadi penurunan tingkat pengangguran di beberapa daerah penghasil nikel yaitu di Seperti Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan. Temuan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pengelolaan nikel yang efektif, dapat berhasil meningkatkan penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Meski di lain sisi, terdapat beberapa daerah penghasil nikel seperti Kabupaten Kolaka Timur dan Buton Selatan justru mengalami kenaikan tingkat pengangguran di tengah peningkatan produksi nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi nikel tidak selalu berdampak positif jika tidak didukung oleh kebijakan yang memadai untuk memaksimalkan penyerapan tenaga kerja loka.
Hasil secara ekonomitrika menunjukkan bahwa peningkatan produksi nikel terhadap tingkat pengangguran terbuka memiliki dampak signifikan secara negatif terhadap tingkat penganggura. Artinya bahwa peningkatan produksi di daerah penghasil nikel berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa sektor esktraktif seperti pertambangan dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran secara signifikan (Aragón & Rud, 2013; serta Karsadi & Aso, 2023).
Dampak Kenaikan Produksi Nikel terhadap Pengeluaran Per Kapita
Kondisi pada rata-rata pengeluaran per kapita di daerah penghasil nikel dari dampak peningkatan produksi nikel, daerah dengan tingkat rata-rata pengeluaran per kapita daerah penghasil nikel yang tergolong tinggi hanya ada di Kabupaten Konawe dan Kota Bau Bau. Meskipun sebelum peningkatan produksi nikel, daerah penghasil nikel yang memiliki tingkat rata-rata pengeluaran per kapita terdapat di tiga daerah yaitu Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Konawe. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan produksi nikel di Sulawesi Tenggara berpotensi terhadap penurunan kesejahteraan ekonomi di daerah-daerah tersebut, sehingga memungkinkan masyarakat setempat memiliki daya beli yang lebih rendah. Kurangnya infrastruktur yang mendukung dan distribusi yang tidak merata dari keuntungan nikel dapat menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat (R. Auty, 2002; Sachs & Warner, 1995).
Di sisi lain, hasil uji secara ekonomitrika menunjukkan bahwa peningkatan produksi nikel signifikan secara negatif terhadap tingkat pengeluaran per kapita. Artinya peningkatan produksi nikel berdampak terhadap penurunan tingkat pengeluaran per kapita di daerah penghasil nikel. Hasil tersebut mengkonfirmasi dari penelitian sebelumnya oleh Caselli & Michaels, (2013) di Brasil, bahwa meskipun terjadi peningkatan pendapatan dari sumber daya alam, namun tidak mampu meningkatkan standar hidup masyarakat Brasil. Daerah dengan sumber daya alam melimpah sering kali mengalami pengeluaran per kapita yang rendah akibat pengelolaan yang kurang efektif (Sachs & Warner, 1995).
Rekomendasi
Berdasarkan temuan di atas, Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Sulawesi Tenggara perlu mendorong tumbuhnya sektor lain non-ektraktif seperti pertanian, manufaktur dan jasa agar dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, terutama di daerah-daerah penghasil nikel yang memiliki kemiskinan dan pengangguran yang tergolong tinggi serta daerah dengan pengeluaran per kapita tergolong rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong peningkatan investasi melalui teknologi informasi dan perbaikan jalur distribusi, sehingga meningkatkan produksi dan daya saing daerah.
Agar dampak nikel dapat dirasakan oleh warga lokal, maka pemerintah daerah perlu membuat kebijakan afirmatif bagi warga lokal, dan mengurangi dominasi pekerja migran di luar Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam rangka meningkatkan pengeluaran per kapita, pemerintah daerah perlu menciptakan keterkaitan dengan sektor lain seperti sektor akomodasi, transportasi, konstruksi, listrik, jasa keuangan dan lainnya. Pengurangan tingkat kemiskinan dapat dilakukan dengan cara mendesain kebijakan agar produsen nikel dapat melibatkan stakeholder lokal dalam perumusan strategi pemberdayaan warga lokal, baik melalui kebijakan ketenagakerjaan maupun kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan (CSR). (*)
*) Tulisan ini adalah ringkasan dari paper yang diikutkan untuk Forkestra Bank Indonesia 2024